Selasa, 02 Oktober 2018

OTOSKLEROSIS

Proses pendengaran merupakan salah satu fungsi yang penting dalam kehidupan tiap manusia. Saat ini banyak gangguan yang dapat menyebabkan kesulitan dalam mendengar, salah satunya adalah otosklerosis. Dalam penelitian, kelainan ini terdapat pada masyarakat dalam jumlah yang signifikan.
Telinga adalah suatu organ kompleks dengan komponen-komponen fungsional penting. Sebagian besar telinga tidak dapat diperiksa secara langsung dan hanya dapat diperiksa dengan tes-tes khusus.
Otosklerosis merupakan salah satu penyebab umum tuli konduktif pada orang dewasa. Kelainan disebabkan karena gangguan autosomal dominan yang terjadi pada wanita maupun pria. Pasien mengalami gejala-gejala pada akhir usia belasan atau awal dua puluhan. Kelainan ini merupakan penyakit labirin tulang, dimana terbentuk suatu daerah otospongiosis (tulang lunak) terutama di depan dan didekat kaki stapes menjadi terfiksasi.
Otosklerosis cukup lazim terjadi yaitu pada hampir dari 10% populasi. Namun hanya presentase kecil yang kemudian bermanifestasi secara klinis sebagai gangguan pendengaran. Pasien perlu dinilai secara cermat, baik melalui pemeriksaan audiologik maupun dengan pemeriksaan otologik.
Perawatan klien dengan penyakit otosklerosis penting dilakukan karena jika tidak ditangani secara tepat maka akan berakibat hilangnya pendengaran secara progresif,timbulnya keluhan tinnitus, vertigo serta sulit mendengar. Oleh karena itu, dibutuhkan perawatan yang mendasar terhadap telinga yang mengalami otosklerosis.

A.       Definisi Otosklerosis
Otosklerosis merupakan penyakit pada kapsul tulang labirin yang mengalami spongiosis (pertumbuhan tulang stapes berlebih yang berbentuk spon)di daerah kaki stapes, sehingga stapes menjadi kaku dan tidak dapat menghantarkan getaran suara ke labirin dengan baik. (Elisty & Nurbaiti, 2001)
Otosklerosis adalah suatu penyakit dimana tulang-tulang di sekitar telinga tengah dan telinga dalam tumbuh secara berlebihan sehingga menghalangi pergerakan tulang stapes (tulang telinga tengah yang menempel pada telinga dalam), akibatnya tulang stapes tidak dapat menghantarkan suara sebagaimana mestinya. (Mediastore.2004)
Otosklerosis adalah suatu penyakit pada tulang pada bagian telinga tengah khususnya pada stapes yang disebabkan pembentukan baru tulang spongiosus dan sekitar jendela ovalis sehingga dapat mengakibatkan fiksasi pada stapes. (Brunner&Sudarth,2001)


  
B.        Etiologi
Beberapa penyebab terjadi otosklerosis :
1.    Pendapat umumnya diturunkan secara autosom dominan
2.    Bukti ilmiah yang menyatakan adanya virus measles yang mempengaruhi otosklerosis
3.    Beberapa pendapat bahwa infeksi kronik measles di tulang merupakan presipitasi pasien untuk terkena otosklerosis. Materi virus dapat di temukan di osteoblas pada lesi sklerotik.(George L, 1997)

C.        Epidemiologi
1.    Ras
Beberapa studi menunjukan bahwa otosklerosis umumnya terjadi pada ras Kaukasian. Sekitar setengahnya terjadi pada populasi oriental. dan sangat jarang pada orang negro dan suku Indian Amerika. Populasi multiras yang termasuk Kaukasian memiliki risiko peningkatan insiden terhadap otosklerosis.
2.    Faktor Keturunan
Otosklerosis biasanya dideskripsikan sebagai penyakit yang diturunkan secara autosomal dominant dengan penetrasi yang tidak lengkap (hanya berkisar 40%). Derajat dari penetrasi berhubungan dengan distribusi dari lesi otosklerotiklesi pada kapsul tulang labirin.
3.    Gender
Otosklerosis sering dilaporkan 2 kali lebih banyak pada wanita dibanding pria. Bagaimanapun, perkiraan terbaru sekarang mendekati ratio antara pria:wanita 1:1. Penyakit ini biasanya diturunkan tanpa pengaruh sex- linked, jadi rasio 1:1 dapat terjadi. Ada beberapa bukti yang menyatakan bahwa perubahan hormonal selama kehamilan dapat menstimulasi fase aktif dari otosklerosis, yang menyebabkan peningkatan gambaran klinis kejadian otosklerosis pada wanita. Onset klinik selama kehamilan telah dilaporkan sebanyak 10% dan 17%. Risiko dari peningkatan gangguan pendengaran selama kehamilan atau pemakaian oral kontrasepsi pada wanita dengan otosklerosis adalah sebesar 25%. Penjelasan lain yang mungkin akan meningkatkan prevalensi otosklerosis pada wanita adalah bilateral otosklerosis tampaknya lebih sering pada wanita dibanding pria (89% dan 65%). Memiliki dua telinga yang terkena akan meningkatkan kunjungan ke klinik.
4.    Riwayat Penyakit Keluarga
Sekitar 60% dari pasien dengan klinikal otosklerosis dilaporkan memiliki keluarga dengan riwayat sama.
5.    Usia
Insiden dari klinikal otosklerosis meningkat sesuai bertumbuhnya umur. Evidence mikroskopik terhadap otospongiosis ditemukan pada autopsi 0,6% individu yang berumur kurang dari 5 tahun. Pada pertengahan usia, insiden ditemukannya adalah 10% pada orang kulit putih dan sekitar 20% pada wanita berkulit putih. Baik aktif atau tidak fase penyakitnya, terjadi pada semua umur, tetapi aktivitas yang lebih tinggi lebih sering terjadi pada mereka yang berumur kurang dari 50 tahun. Dan aktivitas yang paling rendah biasanya setelah umur lebih dari 70 tahun. Onset klinikal berkisar antara umur 15-35 tahun, tetapi manifestasi penyakit itu sendiri dapat terjadi paling awal sekitar umur 6 atau 7 tahun, dan paling lambat terjadi pada pertengahan 50-an. (George L. 1997)

D.       Tanda & Gejala
1.    Hilangnya pendengaran secara progresif lambat
2.    Tinitusbunyi abnormal yang didengar penderita yang berasal dari dalam kepala, biasanya disebut juga telinga berdengung.
3.    Vertigo
4.    Sulit mendengar suara yang lembut dan nada rendah (tuli 30-40 db)
5.    Gambaran membrane timpani yang kemerahan oleh karena terdapat pelebaran pembuluh darah promontium ( Schwarte’s sign ). Pasien merasa pendengaran terdengar lebih baik dalam ruangan bising ( Paracusis Willisii ). (Elisty & Nurbaiti, 2001)

E.        Patofisiologi
              Patofisiologi dari otosklerosis sangat kompleks. Kunci utama lesi dari otosklerosis adalah adanya multifokal area sklerosis diantara tulang endokondral temporal. Ada 2 fase patologik yang dapat diidentifikasi dari penyakit ini yaitu :
1.    Fase awal otospongiotic
          Gambaran histologis : terdiri dari histiosit, osteoblas, osteosit yang merupakan grup sel paling aktif. Osteosit mulai masuk ke pusat tulang disekitar pembuluh darah dan dilatasi dari sirkulasi. Perubahan ini dapat terlihat sebagai gambaran kemerahan pada membrab timpani. Schwartze sign berhubungan dengan peningkatan vascular dari lesi mencapai daerah permukaan periosteal.
          Dengan keterlibatan osteosit yang semakin banyak, daerah ini menjadi kaya akan substansi dasar amorf dan kekurangan struktur kolagen yang matur dan menghasilkan pembentukan spongy bone. Penemuan histologik ini dengan pewarnaan Hematoksilin dan Eosin dikenal dengan nama Blue Mantles of Manasse.
2.    Fase akhir otosklerotik
          Fase otosklerotik dimulai ketika osteoklas secara perlahan diganti oleh osteoblas dan tulang sklerotik yang lunak didefosit pada area resorpsi sebelumnya. Ketika proses ini terjadi pada kaki stapes akan menyebabkan fiksasi kaki stapes pada fenestra ovale sehingga pergerakan stapes terganggu dan oleh sebab itu transmisi suara ke koklea terhalang. Hasil akhirnya adalah terjadinya tuli konduktif.
          Jika otosklerosis hanya melibatkan kaki stapes, hanya sedikit fiksasi yang terjadi. Hal seperti ini dinamakan biscuit footplate. Terjadinya tuli sensorineural pada otosklerosis dihubungkan dengan kemungkinan dilepaskannya hasil metabolisme yang toksik dari luka neuroepitel, pembuluh darah yang terdekat, hubungan langsung dengan lesi otosklerotik ke telinga dalam. Semuanya itu menyebabkan perubahan konsentrasi elektrolit dan mekanisme dari membran basal.
          Kebanyakan kasus dari otosklerosis menyebabkan tuli konduktif atau campur. Untuk kasus dari sensorineural murni dari otosklerosis itu sendiri masih kontoversial. Kasus sensorineural murni karena otosklerosis dikemukakan oleh Shambaugh Sr. tahun 1903. Tahun 1967, Shambaugh Jr. menyatakan 7 kriteria untuk mengidentifikasi pasien yang menderita tuli sensorineural akibat koklear otosklerosis :
1)   Tanda Schwartze yang positif pada salah satu/ kedua telinga
2)   Adanya keluarga yang mempunyai riwayat otosklerosis
3)   Tuli sensorineural progressive pendengaran secara simetris, dengan fiksasi stapes pada salah satu telinga
4)   Secara tidak biasaadanya diskriminasi terhadap ambang dengar untuk tuli sensorineural murni
5)   Onset kehilangan pendengaran pada usia yang sama terjadinya fiksasi stapes dan berjalan tanpa etiologi lain yang diketahui
6)   CT-scan pada pasien dengan satu atau lebih kriteria yang menunjukan demineralisasi dari kapsul koklear
7)   Pada timpanometri ada fenomena on-off.


F.         Penegakan Diagnosis
1.    Anamnesa
Kehilangan pendengaran dan tinitus adalah gejala yang utama. Penurunan pendengaran berlangsung secara progresif dengan angka kejadian bervariasi, tanpa adanya penyebab trauma atau infeksi. Tinnitus merupakan variasi tersering sebanyak 75% dan biasanya berlangsung menjadi lebih parah seiring dengan derajat tingkat penurunan pendengaran. Umumnya dizziness dapat terjadi. Pasien mungkin mendeskripsikan seperti vertigo, pusing yang berputar, mual dan muntah. Dizziness yang hanya diasosiasikan dengan otosklerosis terkadang menunjukan proses otosklerosis pada telinga dalam. Adanya dizziness ini sulit untuk dibedakan dengan kausa lain seperti sindrom Meniere’s. Pada 60% kasus, riwayat keluarga pasien yang terkena otosklerosis dapat ditemukan.
2.    Pemeriksaan Fisik
Membran timpani biasanya normal pada sebagian besar kasus. Hanya sekitar 105 yang menunjukan Schwartze Sign. Pemeriksaan garputala menunjukan kesan tuli konduktif. (Rinne negatif) Pada fase awal dari penyakit tuli konduktif didapat pada frekuensi 256 Hz. Adanya proses fiksasi stapes akan memberikan kesan pada frekuensi 512 Hz. Akhirnya pada frekuensi 1024 Hz akan memberi gambaran hantaran tulang lebih kuat daripada hantaran udara. Tes Weber menunjukan lateralisasi ke arah telinga yang memiliki derajat conduting hearing loss lebih besar. Pasien juga akan merasa lebih baik dalam ruangan yang bising (Paracusis Willis).
3.    Pemeriksaan Penunjang
a.         Audiogram
Kunci penelusuran secara objektif dari otosklerosis didapat dari audiogram. Gambaran biasanya konduktif, tetapi dapat juga mixed atau sensorineural. Tanda khas dari otosklerosis adalah pelebaran air-bone gap secara perlahanyang biasanya dimulai dari frekuensi rendah. Adanya Carhart’s Notch adalah diagnosis secara abstrak dari otosklerosis, meskipun dapat juga terlihat pada gangguan konduktif lainnya. Carhart’s notch adalah penurunan dari konduksi tulang sebanyak 10-30 db pada frekuensi 2000 Hz, diinduksi oleh adanya fiksasi stapes. Carhart’s notch akan menghilang setelah stapedektomy. Maksimal conductive hearing loss adalah 50 db untuk otosklerosis, kecuali adanya kombinasi dengan diskontinuitas dari tulang pendengaran. Speech discrimination biasanya tetap normal.
b.         Tympanometri
Pada masa pre klinik dari otosklerosis, tympanometri mungkin menunjukan “on-off” effect, dimana ada penurunan abnormal dari impedance pada awal dan akhir eliciting signal. Ketika penyakit berlanjut, adanya on-off ini memberi gambaran dari absennya reflek stapedial. Gambaran timpanogram biasanya adalah tipe A dengan compliance yang rendah. Walaupun jarang, gambaran tersebut dapat juga berbentuk kurva yang memendek yang dirujuk ke pola tipe As.
c.         CT Scan
Dapat mengidentifikasi pasien dengan vestibular atau koklear otosklerosis, walaupun keakuratannya masih dipertanyakan. CT dapat memperlihatkan gambaran tulang- tulang pendengaran, koklea dan vestibular organ. Adanya area radiolusen didalam dan sekitar koklea dapat ditemukan pada awal panyakit ini, dan gambaran diffuse sclerosis pada kasus yang lebih lanjut. Hasil yang negative bukan berarti non diagnostik karena beberapa pasien yang menderita penyakit ini mempunyai kemampuan dibawah dari metode CT paling canggih.


G.       Penatalaksanaan
          90% pasien hanya dengan bukti histologis dari otosklerosis adalah simptomatik karena lesi berlangsung tanpa fiksasi stapes atau gangguan koklear. Pada pasien yang asimptomatik ini, penurunan pendengaran progressif secara konduktif dan sensorineural biasanya dimulai pada usia 20. Penyakit akan berkembang lebih cepat tergantung pada faktor lingkungan seperti kehamilan. Gangguan pendengaran akan berhenti stabil maksimal pada 50-60 db.
1.             Amplifikasi/ Alat bantu dengar
Alat bantu dengar baik secara unilateral atau bilateral dapat merupakan terapi yang efektif. Beberapa pasien yang bukan merupakan kandidat yang cocock untuk operasi dapat menggunakan alat bantu dengar ini.
2.             Terapi Medikamentosa
Tahun 1923 Escot adalah orang pertama yang menemukan kalsium florida untuk pengobatan otosklerosis. Hal ini diperkuat oleh shambough yang memprediksi stabilasi dari lesi otosklerotik dengan penggunaan sodium florida. Ion florida membuat komplek flourapatit. Dosis dari sodium florida adalah 20-120 mg/hari. Brooks menyarankan penggunaan florida yang di kombinasi dengan 400 U vitamin D dan 10 mg Calcium Carbonate berdasar teori bahwa vit D dan CaCO3 akan memperlambat lesi dari otosklerosis. Efek samping dapat menimbulkan mual dan muntah tetapi dapat diatasi dengan mengurangi dosis atau  menggunakan entericcoated tablets. Dengan menggunakan regimen ini, sekitar 50% menunjukan symptom yang tidak memburuk, sekitar 30% menunjukan perbaikan.
3.             Terapi Bedah
        Pembedahan akan membutuhkan penggantian seluruh atau sebagian dari fiksasi stapes (stapedektomi). Seleksi pasien kandidat utama stapedectomy adalah yang mempunyai kehilangan pendengaran dan menganggu secara sosial, yang dikonfirmasi dengan garputala dan audiometrik menunjukan tuli konduktif atau campur. Speech diskrimination harus baik. Secara umum, pasien dengan penurunan pendengaran lebih dari 40 db dan Bone conduction lebih baik dari Air Conduction pada pemeriksaan garputala akan memperoleh keuntungan paling maksimal dari operasi. Pasien  harus mempunyai risiko anastesi yang minimal dan tidak memiliki kontraindikasi.Indikasi Bedah :
a)        Tipe otosklerosis oval window dengan berbagai variasi derajat fiksasi stapes
b)        Otosklerosis atau fiksasi ligamen anularis oval window pada otitis media kronis (sebagai tahapan prosedur)
c)         Osteogenesis imperfekta
d)        beberapa keadaan anomali kongenital
e)        Timpanosklerosis dimana pengangkatan stapes diindikasikan (sebagai tahapan operasi)

H.       Prognosis
          Pemeriksaan garpu tala preoperative menentukan keberhasilan dari tindakan bedah, diikuti dengan alat- alat bedah dan teknik pembedahan yang digunakan ikut menentukan prognosis.

I.          Komplikasi
1.         Tuli kondusif
2.         Glomus jugulare (tumor yang tumbuh dari bulbus jugularis)
3.         Neuroma nervus fasialis (tumor yang berada pada nervus VII, nervus fasialis)
4.         Granuloma Kolesterin. Reaksi sistem imun terhadap produksi samping darah (kristal kolesterol)
5.         Timpanosklerosis. Timbunan kolagen dan kalsium didalam telinga tengah yang dapat mengeras disekitar osikulus sebagai akibat infeksi berulang. (Bruer & Suddart, 2001)

DAFTAR PUSTAKA
Adam, George L. 1997. BOEIS Buku Ajar Penyakit THT. Jakarta : EGC
Ahira, Anna. 2012. Otosklerosis. Di akses 15 September 2013. http://www.mediastore.com
Brunner & Suddarth. 2002. Keperawatan Medical Bedah. Jakarta : EGC.
Gillon, Victoria M. 1991. Segi Praktis THT. Jakarta : Binarupa Aksara
Muttaqin, Arif. 2009. Pengkajian Keperawatan Aplikasi Pada Praktik Klinik. Jakarta : Salemba Medika

OTOSKLEROSIS

Proses pendengaran merupakan salah satu fungsi yang penting dalam kehidupan tiap manusia. Saat ini banyak gangguan yang dapat menyebabkan...